Makalah Lahirnya ISLAM



BAB I
PENDAHULUAN

Lahirnya kebudayaan dan pertumbuhan islam tidak bisa di pisahkan dari kebudayaan yang berkembang sebelumnya di makkah, karena sebagai sebuah kebudayaan Islam, Islam dikemas dari kebudayaan yang sudah ada dan berkembang sebelumnya, begitu juga dengan perkembangan kebudayaan Islam berikutnya.
Kemunculan kebudayaan Islam ini terkadang memang dikatakan muncul dimulai dengan pengangkatan Rasulullah, akan tetapi pendapat ini seakan menghapuskan nilai-nilai yang telah ada dalam diri Rasulullah sebelum ia diangkat menjadi rasul. Adapun perjuangan yang dicapai Rasulullah dalam mendakwahkan ajaran agama islam kepada penduduk zaman itu sangatlah tidak mudah dan butuh strategi dan perjuangan yang luar biasa. Mulai beliau diangkat menjadi rasul sampai terjadinya peperangan melawan kaum kafir quraisy.



RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana asal usul diutusnya nabi Muhammad SAW?
B. Bagaimana misi perjuangan nabi Muhammad SAW di Mekah?
C. Apa saja metode dakwah yang digunakan Rasulullah SAW dalam menegakkan Islam di Mekah?

BAB II
PEMBAHASAN
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMfPBXgqU6_QBnD6MGWnjCub-bWIk0XsXWvViWB0NQ2HXdk2DcBRW_hd08e-gKzLkOeKf2UtYilu5JphDjOf1adLMO43CQzTh9SFFWurqkqjuShd7cQxJjoaI7L5blOGYzAJ5Au7zFxXCI/s400/jazirah+arab+masa+nabi.jpg
A. Asal Usul Diutusnya Nabi Muhammad SAW
Nabi Muhammad SAW dilahirkan pada Tahun Gajah-tahun ketika pasukan gajah Abrahah menyerang Mekah untuk menghancurkan Kabah, namun pasukan Abrahah mengalami kehancuran. Peristiwa itu terjadi kira-kira pada tahun 570 M. (12 Rabiul Awal). Setelah diasuh beberapa lama oleh ibunya, Muhammad dipercayakan kepada Halimah dari suku Bani Sa’ad untuk diasuh dan dibesarkan hingga berusia 6 tahun dan dikembalikan kepada ibunya, Aminah, pada waktu itu ibunya bermaksud menziarahi makam suaminya di Madinah, tempat suaminya dimakamkan. Namun, di tengah perjalanan, yaitu di Abwa, Madinah, Aminah menderita sakit dan menghembuskan nafas yang terakhir di sana. Dengan demikian, pada usia 6 tahun, Muhammad sudah kehilangan kedua orang tuanya. Setelah Aminah meninggal, Abdul Muthalib mengambil alih tanggung jawab merawat Muhammad. Namun, dua tahun, kemudian Abdul Muthalib meninggal dunia karena renta.[1]

Saat usia 12 tahun, Muhammad diamanatkan Siti Khadijah, seorang saudagar Mekah untuk menjalankan dagangannya bersama pamannya Abu Thalib ke luar negeri, Syam. Demikian juga saat usia 25 tahun, perdagangan yang dibawa Muhammad memberikan keuntungan amat besar pada majikannya, Khadijah yang dinikahi oleh Muhammad saat Khadijah berusia 40 tahun.

Peristiwa penting yang memperlihatkan kecerdasan dan kebijaksanaan seorang Muhammad di saat usia tigapuluh lima tahun. Waktu itu bangunan Ka’bah rusak parah, perbaikanpun dilakukan oleh penduduk Makkah dan disaat akhir mereka berselisih untuk menentukan suku yang akan meletakkan hajar aswad di tempat semula. Perselisihanpun memuncak dan sampai pada akhirnya para pemimpin Quroisy muncul kesepakatan bahwa orang yang pertama kali masuk Ka’bah melalui pintu Shafa akan ditunjuk sebagai hakim yang akan memutuskan dan menunjuk suku yang pantas untuk melatakkan hajar aswad, ternyata orang yang pertama kali masuk Ka’bah melalui Shafa adalah Muhammad maka sesuai dengan kesepakatan itulah beliau ditunjuk dan dipercaya untuk menyelasaikan perkara tersebut. Kemudian, beliau membentangkan kain dan meletakkan hajar aswad ditengah – tengah dan meminta kepada pemimpin – pemimpin suku untuk memegang tepi kain itu dan mengangkat bersama – sama. Setelah sampai pada ketinggian tertentu, Muhammad kemudian meletakkan batu itu pada tempatnya semula. Dengan demikian, perselisihan antara pemimpin suku dapat diselsaikan dengan bijaksana dan semua pimpinan sukupun merasa puas dengan penyelesaian seperti itu.

Kemudian, pada usia itu Nabi Muhammad melihat perilaku sehari-hari masyarakat yang keberagamaan menyimpang dari prinsip tauhid yang pernah diajarkan Nabi Ibrahim, hadirlah cahaya baru, yaitu Islam, yang dibawa oleh Muhammad. Melihat situasi masyarakatnya yang semakin jauh dari prinsip-prinsip kebenaran, Muhammad memutuskan untuk banyak melakukan kontemplasi. Orang muda yang pada zamannya dijuluki al-amin terpercaya ini ingin mendapatkan jawaban dan nasib manusia.

Sambil menyendiri di Gua Hira, tepatnya saat Muhammad berusia 40 tahun, ia terus mencari kebenaran dan makna. Malaikat Jibril tiba-tiba muncul dan memberi perintah, “Bacalah?” Muhammad menjawab, “Aku bukanlah orang yang bisa membaca.” Malaikat memeluknya sedemikian keras hingga ia hampir tak kuasa menahannya, dan kembali memberi perintah, “Bacalah!” Muhammad mengulang kembali jawabannya, “Aku bukanlah orang yang bisa membaca.” Malaikat Jibril kembali memluknya keras-keras, hampir membuatnya terdesak, dan mengulang kembali perintahnya, “Bacalah!” Jwabannya tetap sama: “Aku bukanlah orang yang bisa membaca.” Sembari tetap memeluknya, Malaikat berkata, Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar dengan perantaraan pena. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Itulah ayat pertama Alquran yang diwahyukan kepada Nabi melalui malaikat Jibril.[4] Dengan wahyu pertama ini, Muhammad SAW telah diangkat sebagai Nabi Allah. Pada masa ini, ia belum disuruh untuk menyeruh kepada umatnya, agar segera mempercayai kenabiannya dan menyatakan kesediaan untuk mengikutinya adalah, antara lain, istrinya Khadijah, sepupu yang diasuhnya semenjak kecil, Ali ibn Abi Thalib, dan mantan hamba sahayanya, Zaid ibn Harits yang masih tinggal di rumahnya. Dengan demikian, pendukung pertama perjuangan Muhammad adalah keluarganya sendiri.[5]

B. Misi Perjuangan Nabi Muhammad SAW di Mekah
Secara historis, perjalanan nabi Muhammad SAW sebagai pembawa misi risalah langit, terbagi dalam tiga periode, yaitu pertama, periode pra kerasulan; kedua, periode kerasulan, dan ketiga pasca-kerasulan. Tahap kedua sejarah kenabian ini diawali dengan dua kondisi demografis-sosiologis Arab, yakni kondisi pada masa Makiyyah dan masa Madaniyyah. Kehadiran nabi Muhammad SAW, identik dengan latar belakang kondisi masyarakat Arab, khususnya orang-orang Mekah. Para sejarawan, baik Islam maupun non-Islam tidak berbeda dalam melukiskan keberadaan mereka.

Kehidupan masyarakat Arab secara sosiopolitis mencerminkan kehiduoan derajat yang rendah. Perbudakan, mabuk, perzinaan, eksploitasi ekonomi dan perang antarsuku menjadi karakter perilaku mereka. Situasi chaos semacam ini berlangsung sejak para pendahulu mereka mendiami negeri tersebut. Dari aspek kepercayaan atau agama, orang-orang Arab Mekah adalah para penyembah berhala. Tidak kurang dari tiga ratus berhala yang mereka anggap sebagai Tuhan atau pelindung manusia. Berangkat dari kondisi inilah dalam sejarah dicatat bahwa Muhammad sering melakukan kontemplasi (‘uzlah), untuk mendapatkan suatu jawaban apa dan bagaimana seharusnya membangun kehidupan masyarakat Arab. Setelah melalui proses kontemplasi yang cukup lama, tepatnya di Gua Hira, akhirnya Muhammad mendapat suatu petunjuk dari Allah melalui Malaikat Jibril untuk mengubah masyarakat Arab Mekah. Dari sinilah, awal sejarah pernyebaran dan perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam menegakkan ajaran Islam dimulai.

Para Nabi dan rasul yang diutus oleh Allah, dilihat dari pendekatan visi dan misi, dapat dibagi ke dalam dua bagian, pertama, Nabi yang hanya membawa doktrin teologis semata dan Nabi yang membawa doktrin teologis sekaligus membawa doktrin politis. Doktrin teologis adalah doktrin yang menekankan substansi moral dalam mempersatukan ideal moral manusia dengan ideal moral Tuhan tanpa melakukan perubahan sosial politik sebagai bagian dari proses ideal moral tersebut, sedangkan doktrin teologis politis adalah doktrin yang mengedepankan ajakan moral sekaligus berusaha melakukan perubahan sistem untuk menata institusi-institusi sosial dan politik.

Para nabi yang tergolong pembawa doktrin teologis politis ini, di antaranya adalah nabi-nabi yang bergelar Ulul ‘zmi. Nabi Muhammad SAW termasuk bagian ini karena ia, selain mengajarkan nilai-nilai Islam yang berkenaan dengan hal-hal yang bersifat aksentis (keakhiratan), juga berusaha beserta umatnya menata kekuatan untuk mengambil alih peran kepemimpinan dan pemerintahan orang-orang Quraisy. Peran ini sangat dominan, terutama pada saat nabi berada di Madinah.


C. Metode Dakwah yang Digunakan Rasulullah SAW dalam Menegakkan Islam di Mekah
Pada awal periode Mekah, Rasulullah SAW berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Perintah untuk memulai dakwah secara sembunyi-sembunyi itu ditandai dengan turunnya wahyu kedua yaitu surat Al-Muddatstsir ayat 1-7:
Artinya : “Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah! dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.”(QS. Al-Muddatstsir:1-7)[7]
Pertama-tama beliau melakukannya di lingkungan sendiri dan di kalangan rekan-rekannya. Karena itulah, orang yang pertama kali menerima dakwahnya adalah keluarga dan sahabat dekatnya. Mula-mula istrinya sendiri, Khadijah, kemudian saudara sepupunya Ali bin Abi Thalib yang baru berumur 10 tahun. Kemudian, Abu Bakar, sahabat karibnya sejak masa kanak-kanak. Lalu Zaid, bekas budak yang telah menjadi anak angkatnya.  Ummu Aiman, pengasuh nabi sejak ibunya Aminah masih hidup, juga termasuk orang yang pertama masuk Islam. Ketika Abu Bakar menyatakan masuk Islam, dan menampakkannya kepada orang-orang yang dia percayai, maka muncullah nama-nama seperti Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqash dan Thalhah bin Ubaidillah  yang juga masuk Islam. Dan seterusnya diikuti oleh yang lain seperti Abu ‘Ubaidah, Abu Salamah, Arqom bin Abi al Arqom, dll. Beliau menjadikan rumah Arqom bin Abi al Arqom sebagai pusat pengajaran dan sekaligus pusat kutlah (kelompok) yang dalam bahasa kita tepatnya disebut sekretariat. Di tempat ini Rasulullah mengajarkan hukum-hukum Islam, membentuk kepribadian Islam serta membangkitkan aktivitas berpikir para sahabatnya tersebut. Mereka dibawa Abu Bakar langsung kepada nabi dan masuk Islam di hadapan nabi sendiri. Dengan dakwah secara diam-diam ini, belasan orang telah memeluk agama Islam. Kurang lebih selama tiga tahun mereka melaksanakan shalat secara sembunyi-sembunyi.[8]

Setelah beberapa lama dakwah tersebut dilaksanakan secara individual turunlah perintah agar nabi menjalankan dakwah secara terbuka. Mula-mula ia mengundang dan menyeru kerabat karibnya dari Bani Abdul Muthalib. Ia mengatakan kepada mereka, “Saya tidak melihat seorangpun di kalangan Arab yang dapat membawa sesuatu ke tengah-tengah mereka lebih baik dari apa yang saya bawa kepada kalian. Ku bawakan kepadamu dunia dan akhirat yang terbaik. Tuhan memerintahkan saya mengajak kalian semua. Siapakah di antara kalian yang mau mendukung saya dalam hal ini?”. Namun mereka semua menolak kecuali Ali.

Selama 3 tahun membangun kutlah kaum muslim dengan membangun pola pikir yang islami (‘aqliyah islamiyah) dan jiwa yang islami (nafsiyah islamiyah), maka muncullah sekelompok orang yang memiliki syakhsiyah islamiyah (kepribadian Islam) yang siap berdakwah di tengah-tengah masyarakat jahiliyah pada saat itu. Hal ini bertepatan dengan turunnya surat al Hijr : 94-95, yang memerintahkan Rasulullah untuk berdakwah secara terang-terangan dan terbuka.
Artinya : “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya Kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu).” (QS. Al-Hijr : 94-95).
Ini berarti Rasulullah dan para sahabatnya telah berpindah dari tahapan dakwah secara sembunyi-sembunyi (daur al istikhfa’) kepada tahapan dakwah secara terang-terangan (daur al i’lan). Dari tahapan kontak secara individu menuju tahap menyeru seluruh masyarakat.

Langkah dakwah seterusnya yang diambil Muhammad adalah menyeru masyarakat umum secara terang-terangan. Baik dari golongan bangsawan maupun hamba sahaya. Serta menyeru kepada orang-orang dari berbagai negeri untuk menunaikan ibadah haji. Jumlah pengikut Nabi yang tadinya hanya belasan orang, makin hari makin bertambah. Mereka terutama terdiri dari kaum wanita, budak, pekerja, dan orang-orang yang tak punya. Meskipun kebanyakan mereka adalah orang-orang yang lemah, namun semangat mereka membaja.

Setelah dakwah terang-terangan itu, pemimpin Quraisy mulai berusaha menghalangi dakwah Rasul. Menurut Ahmad Syalabi, ada lima faktor yang mendorong orang Quraisy menentang seruan Islam itu.
  1. Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan. Mereka mengira bahwa tunduk kepada seruan Muhammad berarti tunduk kepada kepemimpinan Bani Abdul Muthalib yang berarti sangat tidak mereka inginkan.
  2. Nabi Muhammad menyerukan persamaan hak antara kaum bangsawan dan hamba sahaya. Hal ini tidak disetujui oleh kelas bangsawan Quraisy.
  3. Para pemimpin Quraisy tidak dapat menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat.
  4. Taklid kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang mengakar pada bangsa Arab.
  5. Pemahat dan penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rezeki.
Benturan antara Rasulullah dengan kafir Quraisy terjadi karena Rasulullah dan para sahabat tidak pernah berkompromi apalagi bekerjasama menjalankan sistem kehidupan rusak dan sesat buatan manusia jahiliyah. Al Qur’an senantiasa turun kepada Beliau, dan menyerang orang-orang kafir secara gamblang : “sesunggunya kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah adalah umpan neraka jahannam.” (QS Al-anbiya’ : 98).  al Qur’an juga menyerang praktek riba yang telah turun temurun mewarnai kehidupan jahiliyah : “dan segala hal yang kalian datangkan berupa riba agar dapat menambah banyak harta manusia, maka riba itu tidak menambah apapun di sisi Allah.” (QS Ar-Rum : 39), demikian juga dengan kecurangan2 dalam takaran yang sangat biasa terjadi : “kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.” (QS Al-Mutaffifin : 1-3).  Akibatnya, manusia-manusia jahil itu menghalangi dan menyakiti Rasulullah dengan fitnah, propaganda yang menyesatkan, pemboikotan bahkan penyiksaan fisik.

Ketika kaum Quraisy bertambah gencar dalam melancarkan tantangan kepada Nabi dan ara sahabatnya, paman Rasul yaitu Abu Thalib tidak tinggal diam, karena beliau sangat menyanyangi Nabi Muhammad SAW. Diantara orang-orang yang paling bengis memusuhi beliau adalah paman beliau sendiri. Yaitu Abu Lahab dan istrinya Ummu Jamil, atau yang oleh Al qur’an disebut dengan nama Hammalat al-Hathab (pembawa kayu bakar). Di tengah cobaan yang sangat berat tersebut, datanglah kabar gembira akan kemenangan dari Madinah. Hal ini terjadi ketika beberapa orang dari suku khazraj datang ke Mekkah untuk berhaji. Kemudian Rasulullah mendatangi mereka, berdakwah kepada mereka dan merekapun akhirnya masuk Islam. Setelah selesai melaksanakan haji dan mereka kembali ke Madinah, mereka menceritakan keislaman mereka kepada kaumnya. Sejak saat itu cahaya Islam mulai muncul di Madinah.














KESIMPULAN
Nabi Muhammad lahir pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun Gajah / 570 M. Sebelum diangkat menjadi Rasul, Muhammad SAW dipersiapkan secara fisik maupun mental oleh Allah SWT melalui berbagai ujian dan kesulitan hidup yang dialami semenjak kecil hingga dewasa. Pada periode Makkah Muhammad berkonsentrasi terlebih dahulu untuk memperbaiki tauhid penduduk Makkah yang pada saat itu masih menyembah berhala dan masih setia pada ajaran nenek moyang mereka. Islam membawa perubahan di Makkah setelah Muhammad membawa ajaran-ajaran Islam yang memperbaiki moral mereka dalam beragama. Kesabaran, ketabahan, kegigihan dan semangat pantang menyerah dalam menghadapi segala tantangan akhirnya membawa Muhammad SAW mencapai puncak kesuksesan dalam dakwahnya. Dalam menyampaikan dakwahnya, beliau awalnya menggunakan metode dakwah secara sembunyi-sembunyi, lalu diperintahkan Allah SWT untuk menyampaikan Islam dengan dakwah secara terang-terangan dan terbuka.



PENUTUP
Demikianlah makalah kami buat, semoga dapat memberi manfaat pada penyusun khususnya dan pada pembaca yang budiman pada umumnya. Kami sadari bahwa pembuatan makalah masih jauh dari kata sempurna dan mengandung banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya.







DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim M, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta, Pustaka Book Publisher, 2007.
‘Athiyyah Muhammad, Keagungan Muhammad Rasulullah, Jakarta, PT Dunia Pustaka Jaya, 1985.
Fuadi Imam, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta, Teras, 2011.
Ramadan Tariq, Muhammad Rasul Zaman Kita, Jakarta, Ikrar Mandiriabadi, 2007.
Supriyadi Dedi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung, Pustaka Setia, 2008.
Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 1999.
Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2003.
http://kholisnurkholis17.blog.com/2013/02/08/dakwah-nabi-muhammad-saw-pada-periode-mekah-dan-madinah/